Category Archives: Buku 251 – 260

Buku 251 (Seri III Jilid 51)

  Swandaru menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ia tidak ingin berbantah dengan mertuanya. Karena itu, maka iapun telah mengulangi permintaannya untuk meninggalkan tempat itu. “Besok aku akan datang lagi,“ desisnya. “Kami menunggu,“ jawab Ki Gede. Kemudian kepada Agung Sedayu, Swandaru itu berkata, “Besok aku ingin melihat latihanmu lagi, Kakang.“ “Datanglah, kami senang sekali kau sempat hadir,“ …

Baca lebih lanjut

Buku 252 (Seri III Jilid 52)

  “Apa yang sebenarnya terjadi?“ Ki Widura semakin mendesak. Kiai Gringsing menarik nafas dalam-dalam. Katanya, “Sebenarnya tidak pantas aku ceritakan. Tetapi hal ini menyangkut keselamatan Agung Sedayu.“ Kiai Gringsing termangu-mangu sejenak. Lalu suaranya datar. “Saat-saat yang menyakitkan. Sebagaimana umumnya anak-anak muda, meskipun sebenarnya waktu itu aku bukannya muda sekali, terjadi sentuhan perasaan antara laki-laki dan …

Baca lebih lanjut

Buku 253 (Seri III Jilid 53)

  Ki Ajar Kumuda itu pun mengerti, bahwa Agung Sedayu telah meningkatkan ilmu kebalnya. Bahkan Ki Ajar pun mulai merasakan sentuhan udara panas di sekitar tubuh lawannya dalam jarak tertentu. Ki Ajar Kumuda itu pun menjadi semakin marah. Ketika ia meningkatkan ilmunya, maka kilatan-kilatan pantulan cahaya matahari pada daun pedangnya itu terasa menjadi semakin tajam …

Baca lebih lanjut

Buku 254 (Seri III Jilid 54)

  Namun Putut Rambatan tidak ingin berperang tanding. Para prajurit yang ada di sekitarnya yang datang membantunya ternyata dibiarkannya saja, sehingga dengan demikian maka Swandaru benar-benar telah terperosok ke dalam kubu lawan. Ia memang menyesal kenapa ia tidak mendengarkan pesan pengawalnya selagi sempat. Namun semuanya sudah lewat. Karena itu Swandaru tidak mau terpengaruh oleh penyesalannya. …

Baca lebih lanjut

Buku 255 (Seri III Jilid 55)

  Panembahan Senapati memang telah menduga sebelumnya. Tetapi ia masih juga tergetar dadanya mendengar laporan itu, justru karena ia telah kehilangan waktu beberapa saat. Justru saat-saat yang paling gawat. Namun kemudian terdengar perintahnya, “Cari Pamanda Panembahan Madiun sampai dapat diketemukan.“ Penghubung itu pun kemudian telah menghubungi Pangeran Mangkubumi yang berada di tengah-tengah pasukannya. Pangeran yang …

Baca lebih lanjut

Buku 256 (Seri III Jilid 56)

  Anak muda itu terkejut. Tetapi ia tidak sempat mempertahankan pedangnya yang berputar dan bahkan terlepas dari tangannya. Sementara itu, Ki Demang yang telah terluka itu pun rasa-rasanya telah terdesak oleh serangan-serangan yang sangat berbahaya, sehingga iapun tidak lagi sempat mengekang diri ketika ujung trisulanya-lah yang kemudian menyambar dada anak muda itu.     Anak …

Baca lebih lanjut

Buku 257 (Seri III Jilid 57)

  Ki Gede memperhatikan laporan Agung Sedayu, Ki Demang dan penunjuk jalan itu dengan seksama. Setiap yang mereka katakan telah diperhatikan dan dibayangkan oleh Ki Gede Menoreh di angan-angannya. Jalan yang rumpil dan miring. Kemudian lorong sempit, tanah persawahan yang bersusun, dan padang perdu yang terbuka. Dibayangkan pula jalan yang lebih lebar, naik turun dibatasi …

Baca lebih lanjut

Buku 258 (Seri III Jilid 58)

  “Ya,” Ki Demang mengangguk-angguk, “bahkan ia telah mengirimkan kebutuhan kita secukupnya. Ternyata ia sempat mempergunakan penalarannya menghadapi keadaan.” Dengan demikian maka pasukan pengawal Tanah Perdikan Menoreh dan para pengawal dari Pegunungan Sewu tidak lagi mengalami kesulitan dengan perbekalan mereka. Sementara itu, mereka sempat beristirahat sambil menunggu kedatangan Panembahan Senapati. Namun demikian, para pemimpin dari …

Baca lebih lanjut

Buku 259 (Seri III Jilid 59)

  Beberapa saat kemudian, Panembahan Senapati menganggap bahwa pertemuan itu telah cukup. Tiga orang prajurit telah diwisuda menjadi Tumenggung. Kemudian Agung Sedayu telah ditetapkan menjadi seorang prajurit, sekaligus ditetapkan menjadi pemimpin Pasukan Khusus Mataram di Tanah Perdikan. Karena itu maka pertemuan itu pun telah dianggap selesai. Panembahan Senapati sempat mengucapkan selamat jalan kepada pasukan yang …

Baca lebih lanjut

Buku 260 (Seri III Jilid 60)

  Tetapi jawaban Agung Sedayu mengejutkan, “Anak itu ingin menempuh cara yang terbaik. Ia ingin melaporkannya lebih dahulu kepada pimpinan langsungnya. Tetapi ketika ia baru mulai, kalian telah datang. Sehingga ia belum sempat menceritakan apa yang telah terjadi. Tetapi ia sudah mulai serba sedikit.” “Ki Lurah Branjangan bukan pimpinan pengawal dari Tanah Perdikan Menoreh. Kenapa …

Baca lebih lanjut