Karakter

Berikut adalah karakter-karakter penting dalam Api di Bukit Menoreh, berdasarkan urutan kemunculannya (tanpa membocorkan isi cerita).

 

Agung Sedayu

Agung Sedayu adalah putra kedua Ki Sadewa (seorang berilmu tinggi yang sudah meninggal), adik Untara. Di masa menjelang usia dewasa, Agung Sedayu adalah seorang pemuda yang penakut, bahkan pengecut. Namun Agung Sedayu juga memiliki kecerdasan dan kelebihan lainnya, yang ikut berperan mengubah kehidupannya di usia dewasa. Agung Sedayu memiliki sifat yang sabar, rendah hati, dan seringkali terlalu banyak pertimbangan sebelum bertindak.

 

Untara

Kakak Agung Sedayu, Untara adalah seorang perwira prajurit Wira Tamtama Pajang. Untara memiliki sifat yang cerdik, tegas, dan berani. Untara tidak menekuni ilmu kanuragan secara khusus, tetapi sebagai seorang prajurit dia tangguh memimpin para prajuritnya dalam pertempuran. Untara adalah seorang perwira yang dipercaya untuk menjalankan tugas-tugas keprajuritan yang berat.

 

Ki Tanu Metir

Ki Tanu Metir adalah seorang dukun (ahli pengobatan) di sebuah padukuhan kecil. Ki Tanu Metir kemudian banyak membantu pasukan Pajang di Sangkal Putung, setelah menolong menyembuhkan Untara yang terluka parah dalam sebuah pertempuran. Meskipun berada di pihak Pajang, Ki Tanu Metir tidak segan-segan memberikan pertolongan bagi pihak lawan yang terluka dalam perang, semata-mata dengan pertimbangan kemanusiaan.

 

Alap-Alap Jalatunda

Seorang anak muda dalam pasukan Tohpati, Alap-Alap Jalatunda memiliki bekal ilmu kanuragan, sehingga menjadi salah satu kekuatan utama dalam pasukan Tohpati. Alap-Alap Jalatunda memiliki sifat yang pemarah dan sering tidak berpikir panjang sebelum bertindak. Kegemarannya kepada perempuan sering menjerumuskan dirinya ke dalam kesulitan.

 

Kiai Gringsing

Kiai Gringsing adalah seorang yang berilmu tinggi. Sebagai orang tua dengan pengalaman yang luas, Kiai Gringsing adalah seorang yang cerdik, bijaksana, sabar. Meskipun seorang yang berilmu tinggi dan disegani kawan maupun lawan, hampir tidak ada yang tahu siapa jati diri sebenarnya dari Kiai Gringsing. Nama Kiai Gringsing berasal dari kebiasaannya mengenakan kain gringsing (sejenis kain batik).

 

Ki Demang Sangkal Putung

Sebagai seorang pemimpin kademangan, Ki Demang Sangkal Putung dihormati dan ditaati oleh rakyatnya. Meskipun perhatiannya sepenuhnya ditujukan untuk membangun dan memajukan wilayahnya, namun dalam masa-masa pertempuran, Ki Demang Sangkal Putung tidak segan-segan turun ke medan.

 

Ki Widura

Ki Widura adalah paman dari Agung Sedayu dan Untara. Ki Widura adalah seorang perwira prajurit Wira Tamtama Pajang yang bertugas di Kademangan Sangkal Putung. Karakter Ki Widura digambarkan sebagai seorang yang tabah, disiplin dan mengayomi para prajuritnya. Sama seperti Untara, Ki Widura juga tidak menekuni ilmu kanuragan, selain dari yang dimilikinya sebagai seorang perwira prajurit.

 

Sidanti

Sidanti adalah murid satu-satunya dari Ki Tambak Wedi. Sidanti berasal dari Menoreh. Ayahnya adalah Ki Argapati, Kepala Tanah Perdikan Menoreh. Sidanti adalah seorang pemuda ambisius yang berani, tidak sabaran dan pendendam. Meskipun Sidanti adalah seorang prajurit Pajang di Sangkal Putung di bawah pimpinan Untara, namun atas pengaruh gurunya, Sidanti seringkali menggunakan cara-cara yang licik untuk mewujudkan ambisinya.

 

Swandaru Geni

Nama sebenarnya adalah Swandaru, tetapi kemudian ditambahnya sendiri menjadi Swandaru Geni. Anak Demang Sangkal Putung ini digambarkan berbadan gemuk, dengan kepribadian yang berani, suka berkata terus terang, dan cenderung kurang sabar serta tergesa-gesa mengambil kesimpulan. Sifat-sifatnya itu juga yang membuatnya sering tidak bisa menilai suatu keadaan secara tepat. Tetapi sebagai anak lelaki seorang Demang, Swandaru mewarisi jiwa kepemimpinan yang kuat.

 

Tohpati

Tohpati yang dijuluki Macan Kepatihan adalah senapati Jipang, kemenakan sekaligus murid Patih Jipang, Mantahun. Sepeninggal Patih Mantahun, Tohpati meneruskan perlawanan terhadap Pajang dengan bergerilya, mengumpulkan kelompok-kelompok prajurit Jipang yang masih setia. Tohpati adalah seorang yang berani, teguh pada pendirian, dan seorang senapati yang tangguh.

 

Sekar Mirah

Adik Swandaru ini memiliki sifat keras. Awalnya digambarkan sebagai gadis yang agak tinggi hati dan sedikit manja, sering menuruti kemauannya sendiri. Sebagai seorang gadis yang cantik dan tidak pemalu, Sekar Mirah menarik hati pemuda-pemuda di sekitarnya. Sifat keras Sekar Mirah terus dibawanya hingga dewasa, meskipun kemudian banyak pengalaman yang membentuknya sebagai perempuan dewasa.

 

Ki Tambak Wedi

Pemimpin Padepokan Tambak Wedi di lereng Gunung Merapi ini sangat ditakuti, bukan hanya karena memiliki ilmu kanuragan yang tinggi, tetapi juga karena sifat-sifatnya yang cerdik namun licik, dan tidak segan-segan membunuh siapapun yang berani melawan kehendaknya. Sebagai guru Sidanti, Ki Tambak Wedi merupakan sumber pengaruh atas segala ambisi dan tindakan yang dilakukan muridnya.

 

Sanakeling

Seorang pemimpin pasukan Jipang, Sanakeling yang tidak mau meletakkan senjata ketika Jipang kalah, membawa anak buahnya mengikuti Tohpati dalam usaha merebut Sangkal Putung untuk mengobarkan perlawanan terhadap Pajang. Sanakeling adalah seorang yang keras dan teguh pada pendirian.

 

Ki Sumangkar

Ki Sumangkar adalah adik seperguruan Patih Jipang, Mantahun, ketika mereka berguru di Kedung Jati. Ki Sumangkar kemudian mengikuti Tohpati (Macan Kepatihan), murid Patih Mantahun yang bergerilya setelah kekalahan Jipang. Ki Sumangkar tidak memiliki ambisi akan kekuasaan. Ki Sumangkar menghabiskan sisa umurnya dengan menurunkan ilmunya kepada seorang murid tunggalnya.

 

Ki Gede Pemanahan

Panglima Wira Tamtama Pajang ini merupakan salah satu tokoh penting yang mendukung Adipati Pajang, Karebet (yang kemudian naik tahta sebagai Sultan Hadiwijaya) dalam perang melawan Adipati Jipang, Arya Penangsang, dan mendapat hadiah dari berupa wilayah Alas Mentaok.  Ki Gede Pemanahan membuka wilayah tersebut bersama anaknya, Sutawijaya, dan para pengikut mereka, hingga berkembang menjadi daerah yang besar dan disebut Mataram.

 

Raden Sutawijaya (Panembahan Senapati)

Sutawijaya pada masa mudanya bergelar Mas Ngabehi Loring Pasar, yang diangkat sebagai putra oleh Sultan Hadiwijaya. Sebagai putra angkat sekaligus murid Sultan Hadiwijaya, Sutawijaya tumbuh menjadi seorang yang berilmu tinggi, dan diangkat oleh Sultan Hadiwijaya sebagai Senapati ing Ngalaga di Mataram. Di kemudian hari, Sutawijaya menjadi raja pertama di Mataram, bergelar Panembahan Senapati.

 

Ki Argajaya

Sebagai keluarga dari pemimpin sebuah tanah perdikan yang besar dan kuat, adik dari Kepala Tanah Perdikan Menoreh ini disegani oleh rakyat Tanah Perdikan Menoreh. Namun dengan sifatnya yang tinggi hati, Ki Argajaya juga mudah terjerumus dalam tindakan-tindakan ambisius yang merugikan keluarga dan rakyatnya sendiri, dan cenderung menutupi satu kesalahan dengan kesalahan lain yang lebih besar.

 

Wuranta

Seorang pemuda dari Kademangan Jati Anom, kawan bermain Agung Sedayu ketika kecil. Meskipun tidak memiliki kemampuan olah kanuragan yang tinggi, Wuranta berjasa membantu dalam usaha menghancurkan kekuatan Ki Tambak Wedi.

 

Pandan Wangi

Meskipun sifatnya tidak berbeda dengan gadis pada umumnya, putri Kepala Tanah Perdikan Menoreh ini memiliki sisi lain, yaitu kemampuan ilmu kanuragan yang diwarisi dari ayahnya. Pandan Wangi tidak mudah gentar menghadapi situasi yang sulit. Berbagai peristiwa pahit dalam hidupnya membentuk Pandan Wangi menjadi seorang gadis yang tabah, namun tetap memiliki perasaan yang halus.

 

Ki Argapati (Ki Gede Menoreh)

Sebagai Kepala Tanah Perdikan Menoreh yang teguh pada pendirian, bertanggung jawab dan menjunjung tinggi keadilan, Ki Argapati sangat dihormati rakyatnya. Di bawah kepemimpinan Ki Argapati, Tanah Perdikan Menoreh berkembang menjadi daerah yang kuat dan berpengaruh. Ki Argapati menghadapi ujian terbesar ketika berkobar perlawanan kuat yang memecah Tanah Perdikan Menoreh.

 

Wrahasta

Seorang pemuda di antara pemimpin pengawal Tanah Perdikan Menoreh, Wrahasta sejak lama memendam cinta kepada Pandan Wangi. Ketika datang orang-orang baru yang berperan besar membantu Ki Gede Menoreh dalam pertentangan di Tanah Perdikan Menoreh, Wrahasta merasa tersaingi dan dibutakan oleh perasaannya sendiri.

 

Prastawa

Prastawa adalah anak Ki Argajaya. Seorang anak muda yang perkasa, suka menonjolkan kelebihan dirinya dan mudah terseret arus perasaannya. Prastawa terkadang melakukan tindakan yang merugikan orang-orang lain, bahkan perbuatan licik dan jahat, untuk memuaskan keinginannya yang meledak-ledak.

 

Ki Lurah Branjangan

Seorang bekas prajurit Pajang yang kemudian mengikuti Ki Gede Pemanahan dan Raden Sutawijaya membangun Mataram. Seorang yang rendah hati dan mudah bergaul, tetapi teguh dalam menjalankan tugasnya. Ki Lurah Branjangan juga merupakan salah seorang yang dipercaya oleh Raden Sutawijaya untuk menjalankan tugas-tugas yang berat di luar tugas keprajuritan,

 

Rudita

Anak tunggal Ki Waskita ini dibesarkan dalam keluarga yang berada, dan sangat dimanjakan oleh ibunya. Perlakuan seperti itu menjadikan Rudita seorang anak muda yang kerdil dan asing di luar lingkungan keluarganya. Berbagai peristiwa yang tidak pernah terbayangkan olehnya sangat membekas dalam perkembangan jiwanya selanjutnya.

 

Ki Waskita

Ki Waskita adalah seorang berilmu tinggi yang dikaruniai kemampuan untuk menangkap isyarat-isyarat yang tidak kasat mata, meskipun Ki Waskita sendiri merasa bahwa kemampuannya tidak seperti yang dibayangkan oleh orang lain. Semua ilmu yang dimilikinya tidak diturunkannya kepada anaknya, tetapi justru kepada orang lain, meskipun tidak secara langsung.

 

Ki Juru Martani (Ki Patih Mandaraka)

Ki Juru Martani juga salah satu tokoh penting di pihak Pajang dalam perang melawan Jipang. Selain seorang yang memiliki ilmu kanuragan yang tinggi, Ki Juru Martani juga seorang yang cerdik, dan memiliki pandangan yang luas sekaligus mendalam terhadap setiap masalah. Ki Juru Martani selanjutnya menjadi Patih di Mataram, bergelar Ki Patih Mandaraka.

 

Sultan Hadiwijaya

Di masa mudanya bernama Karebet, dan juga disebut Jaka Tingkir. Karebet adalah putra Ki Ageng Pengging (Kebo Kenanga). Karebet kemudian mengabdi di Kesultanan Demak dan menjadi menantu Sultan Trenggana, hingga menjadi raja di Pajang bergelar Sultan Hadiwijaya. Dalam cerita ini dikisahkan bahwa Sultan Hadiwijaya sudah tidak lagi mengendalikan pemerintahan Pajang karena sering sakit.

 

Kakang Panji

Kakang Panji adalah tokoh yang membayangi kekuasaan Sultan Hadiwijaya, dan mampu mengumpulkan pendukung dari kalangan pejabat tinggi Pajang dan orang-orang berilmu tinggi. Kakang Panji menggunakan pengaruh dan pengikutnya untuk membenturkan Pajang dengan Mataram.

 

Glagah Putih

Adik sepupu Agung Sedayu ini adalah seorang anak yang berani, tegas dan cerdas. Tidak seperti Agung Sedayu, Glagah Putih tidak mudah dicengkam oleh kebimbangan dalam menghadapi suatu persoalan, dan tidak segan-segan mengambil sikap yang tegas. Ketika meningkat dewasa, sikap Glagah Putih terbentuk oleh orang-orang yang melihatnya sebagai anak muda dengan masa depan yang cerah, sehingga memberikan pengaruh kuat atas pemikiran dan sikapnya.

 

Pangeran Benawa

Putra Sultan Hadiwijaya ini digambarkan sebagai seorang yang mewarisi ilmu yang tinggi dari ayahnya, namun di sisi lain sangat kecewa oleh sifat ayahnya yang memiliki banyak istri. Pangeran Benawa dikisahkan menjadi acuh terhadap urusan pemerintahan Pajang, meskipun dia seorang Putra Mahkota. Pangeran Benawa juga diceritakan justru mendukung Mataram untuk mewarisi kekuasaan Pajang sepeninggal Sultan Hadiwijaya.

 

Ki Pringgajaya

Salah seorang perwira dalam pasukan Pajang di bawah pimpinan Untara, Ki Pringgajaya diam-diam merupakan salah seorang pendukung Kakang Panji. Dengan para pengikutnya di antara pasukan Pajang di Jati Anom, Ki Pringgajaya merupakan musuh tak terlihat yang sangat berbahaya bagi Untara, dan orang-orang dekatnya.

 

Sabungsari

Sabungsari adalah anak sekaligus murid dari seorang tokoh penting pendukung Kakang Panji. Ayahnya terbunuh dalam perang dengan pasukan Raden Sutawijaya. Dalam usahanya untuk membalas dendam, Sabungsari menjadi seorang prajurit dalam pasukan Untara, dan dengan cerdik Sabungsari menjalin persahabatan dengan Agung Sedayu, yang menganggap Sabungsari sebagai seorang yang baik.

 

Tumenggung Prabadaru

Seorang pejabat tinggi di Pajang, Tumenggung Prabadaru merupakan salah satu tokoh paling penting dalam barisan pendukung Kakang Panji. Tumenggung Prabadaru kemudian memimpin sebuah pasukan khusus Pajang yang besar dan kuat, yang disiapkan sebagai pasukan inti dari kekuatan pendukung Kakang Panji dalam rencananya untuk menghancurkan Pajang dan Mataram.

 

Sukra

Sukra sebenarnya bukan tokoh penting, tetapi sering muncul dalam cerita dan memberikan warna yang segar. Satu hal yang unik adalah, penulis S.H. Mintardja awalnya hanya menyebut namanya ketika karakter ini pertama dimunculkan. Selanjutnya penulis tidak pernah lagi menyebut karakter ini dengan namanya. Setelah ratusan jilid berlalu, akhirnya diceritakan mengenai nama sebenarnya dari karakter ini, dan kenapa sebelumnya tidak pernah disebut langsung.

 

Ki Jayaraga

Ki Jayaraga adalah guru Tumenggung Prabadaru dan beberapa murid lainnya. Murid-murid yang diambilnya dari lingkungan yang kelam, kemudian justru mendatangkan kekecewaan yang mendalam karena sikap dan tindakan mereka. Ketika satu per satu murid-muridnya yang tersisa terbunuh, Ki Jayaraga yang kehilangan harapan untuk mewariskan ilmunya akhirnya mendapatkan seorang anak muda yang dijadikan murid terakhirnya.

 

Raden Rangga

Putra Panembahan Senapati yang masih berusia remaja ini memiliki sifat yang susah mengekang keinginannya sendiri yang meledak-ledak. Di sisi lain, Raden Rangga dikaruniai ilmu yang sangat tinggi, yang diperolehnya melalui cara yang aneh. Raden Rangga menemukan sosok seorang sahabat pada diri Glagah Putih, dan persahabatan itu membawa mereka menjalani berbagai petualangan.

 

Teja Prabawa

Cucu Ki Lurah Branjangan, seorang pemuda yang tinggi hati meskipun sebenarnya seorang penakut karena dia merasa tidak memiliki kemampuan yang tinggi. Teja Prabawa terbiasa melihat permasalahan dari sisinya sendiri, meskipun akibatnya akan merugikan orang lain. Dan Teja Prabawa bergaul dengan orang-orang yang sifatnya sama dengan dirinya, sehingga justru semakin jauh dari sikap dan pandangan hidup yang seharusnya dimilikinya.

 

Rara Wulan

Adik Teja Prabawa ini, sama seperti kakaknya, juga dibesarkan dengan sifat manja, sehingga kedua kakak-beradik ini selalu bertengkar untuk berbagai hal. Tetapi meskipun seorang gadis, Rara Wulan justru terbuka bergaul dengan orang lain, bahkan meskipun sifat dan latar belakangnya jauh berbeda dengan dirinya. Perbedaan dengan kakaknya itu kemudian justru merubah sifat dan pandangan Rara Wulan terhadap kehidupan di sekitarnya.

 

Adipati Pragola

Adipati Pragola menjadi pemimpin Kadipaten Pati setelah mewarisi kedudukan ayahnya, Ki Panjawi, yang mendapat hadiah tanah Pati dari Sultan Hadiwijaya. Adipati Pragola merupakan salah satu sekutu kuat bagi Panembahan Senapati, sehingga ketika Adipati Pragola berbalik melawan Mataram, Panembahan Senapati masih berharap bisa melunakkan hati sekutunya itu, meskipun akhirnya perang antara Pati dan Mataram tidak bisa dielakkan.

 

Ki Ajar Gurawa

Ki Ajar Gurawa membawa dua muridnya ke Mataram, untuk memberikan pengalaman bagi mereka, dan selanjutnya mengabdikan tenaga bagi Mataram. Meskipun sudah lewat separuh baya, namun dengan pengalamannya Ki Ajar Gurawa bisa menyesuaikan diri dalam lingkungan orang-orang yang berbeda usia maupun sikap dengannya.

 

Wacana

Ketika adik sepupu perempuannya terlibat suatu pusaran peristiwa yang kalut, Wacana selalu mendampinginya. Kedekatan itu berujung pada keadaan yang sama sekali berbeda dari yang dibayangkan Wacana, sehingga dia memutuskan datang ke Tanah Perdikan Menoreh, untuk membuat penyelesaian terakhir dengan orang yang dianggapnya merampas kesempatannya.

 

Pangeran Adipati Anom (Panembahan Hanyakrawati)

Salah satu putra Panembahan Senapati yang kemudian naik tahta Mataram menggantikan ayahnya, dengan gelar Panembahan Hanyakrawati. Dalam usia yang muda dan pengalaman yang tidak sebanyak ayahnya, Pangeran Adipati Anom harus menjalankan tugas-tugas berat, sehingga Ki Patih Mandaraka yang semakin tua masih terus dibutuhkan di Istana Mataram.

 

Ki Saba Lintang

Tanpa diketahui darimana dia mendapatkannya, Ki Saba Lintang muncul dengan sebuah tongkat ciri kepemimpinan Perguruan Kedung Jati, dan sanggup mengumpulkan berbagai perguruan serta orang-orang berilmu tinggi untuk mendukung gerakannya membangkitkan kembali Perguruan Kedung Jati. Dengan berbagai cara, Ki Saba Lintang berusaha menyatukan dua tongkat ciri kepemimpinan Perguruan Kedung Jati, yang satu di antaranya dimiliki oleh Sekar Mirah.

 

Nyi Dwani

Salah satu pengikut utama Ki Saba Lintang, yang membantunya dalam usaha mendapatkan tongkat ciri kepemimpinan Perguruan Kedung Jati yang dimiliki Sekar Mirah. Kesetiaan Nyi Dwani sangat dipengaruhi oleh ikatan perasaannya kepada Ki Saba Lintang, sehingga rasa cemburunya juga ikut mempengaruhi sikapnya kepada Ki Saba Lintang.

 

Empu Wisanata

Empu Wisanata adalah ayah Nyi Dwani, dan rasa sayangnya kepada Nyi Dwani membawanya kemanapun anak perempuannya itu pergi. Meskipun sangat sayang kepada Nyi Dwani, Empu Wisanata tidak ragu-ragu untuk bertindak keras kepada anak perempuan satu-satunya itu, demi menyelamatkan Nyi Dwani itu sendiri.

 

Ki Ambara

Kecerdikan Ki Ambara dalam menyusun dan menjalankan berbagai rencana sangat membantu gerakan Ki Saba Lintang. Demikian cerdiknya Ki Ambara, sehingga rencana yang disusunnya berhasil menggoyahkan kesetiaan salah satu kekuatan pendukung Mataram.

 

Wiyati

Seorang gadis yang berkemauan tinggi untuk membalas dendam atas kematian ayahnya oleh orang-orang Mataram, dan dimanfaatkan dengan baik oleh Ki Ambara dalam gerakan pendukung Ki Saba Lintang. Dengan sepenuh hati Wiyati menjalankan tugasnya dalam rencana Ki Ambara, sehingga Wiyati sanggup membuat sasarannya terlena dalam buaiannya.

 

Ki Citra Jati

Ki Citra Jati bertemu dengan Glagah Putih dan Rara Wulan ketika mereka berdua menjalankan tugas dari Mataram. Sebagai seorang yang berilmu tinggi, Ki Citra Jati banyak membantu Glagah Putih dan Rara Wulan. Namun sebagai ayah, Ki Ctra Jati menyimpan kekecewaan atas jalan hidup yang dipilih oleh anak perempuannya.

 

Nyi Citra Jati

Bersama suaminya, Nyi Citra Jati mengangkat Glagah Putih dan Rara Wulan sebagai anak-anak mereka, di samping beberapa anak angkat lain yang lebih dulu masuk dalam keluarga Citra Jati. Namun ketenangan keluarga itu selalu diganggu oleh anak perempuan Nyi Citra Jati, yang bersama suaminya menjadi pemimpin gerombolan penjahat.

 

Komentar ditutup.